Tuesday, March 1, 2016

Give Me Your Heart - Cerita wattpad Romantis (Mature) Prolog




Orang sering bilang bahwa kita selalu membutuhkan orang lain dalam hidup. Orang lain yang mendengarkanmu. Menemanimu. Melindungimu. Ruang lingkup terdekatnya adalah keluarga. Dan jika kau tidak memilikinya, atau pun kehilangannya maka kau harus berusaha memenuhi semua kebutuhanmu sendiri.
Tidak ada yang lebih harum selain wangi pagi setelah hujan tadi malam. Embun yang masih malu-malu memudarkan jendela kaca di rumah kontrakan ini. Udaranya yang dingin seolah menjadi jam alam yang mengingatkan bahwa pagi tidak akan menunggu untuk datang. Dan matahari mulai menampakkan kuasanya akan bumi.
Sudah menjadi kebiasaanku bangun disaat subuh. Walau hanya tidur 3 jam saja aku selalu dapat bangun pagi. Beruntungnya aku tak perlu alarm atau sejenisnya karena jika dinginnya pagi sudah menelusup, mataku akan otomatis terbuka meninggalkan mimpi.
Setelah mandi dan bersiap, Aku bergegas menyiapkan sarapan untuk dua orang. Nasi goreng adalah menu rutin yang kumasak setiap hari. Selain praktis juga tidak memerlukan banyak bahan. Tidak ada yang akan protes dengan itu. karena mungkin satu-satunya teman hidupku saat ini bahkan tidak sanggup bicara.
Aku memasukkan nasi goreng kedalam box makan untuk bekal dan satu piring untukku makan dengannya serta satu gelas teh hangat. Aku rasa mungkin dia sudah bangun. Atau dia tidak tidur.
Entahlah.
Aku membawa baki sarapan kedalam kamar yang tepat bersebelahan dengan kamarku. Yang membedakan hanya warna pintunya dicat kuning gading sedangkan pintu kamarku berwarna putih pucat. Mungkin aku harus mengganti catnya dengan warna yang lebih cerah. Sekedar untuk ganti suasana.
Kamar itu gelap. Bau pengap sangat kentara ketimbang udara segar. Tumpukan baju kotor berserakan dibawah ranjang. Menjadi satu dengan piring bekas makan tadi malam. Satu-satunya jendela dikamar ini tertutupi tirai tebal. Lampu penerangan dikamar ini juga tidak menyala.
Bukan karena aku tidak ingin membuka tirainya. Hanya saja pemilik kamar ini tidak begitu menyukai cahaya.
Aku meletakkan nampan dinakas tempat tidur. Selimut ditengah tempat tidur membentuk gumpalan menggunung yang menunjukkan ada seseorang tengah bergelung didalamnya.
Dia kakakku.
Velope Anela.
Satu-satunya orang yang kupunya saat ini.
"kak.. sarapan dulu." Suaraku sangat pelan, bahkan aku tak yakin bisa mendengar suaraku sendiri.
Aku mengguncang pelan bahunya.
Dia tidak bergeming. Gumpalan selimut ini bahkan tidak bergerak. Tidak ada tanda-tanda dia menarik nafas.
"kak..." lagi. Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari gumpalan selimut ini.
Ditengah usaha terakhirku membangunnya tiba-tiba gumpalan selimut terbuka. Menampilkan sosoknya yang jauh dari kata baik. Dia duduk dengan mata nyalang dan memandang kedepan. Mungkin jika aku tidak ingat dia adalah kakakku, aku akan lari ketakutan karena penampilannya sekarang.
Rambutnya sangat kusut. Bajunya kumal karena sudah lama tidak diganti. Bukan aku tidak ingin menggantinya. Tapi setiap aku berusaha membantunya untuk sekedar mengganti baju atau mandi, dia akan dengan senang hati melempariku lampu meja.
Aku sudah sering membangunkannya. Setiap pagi malah. Harusnya aku sudah terbiasa dengan ini. Namun rasa takutnya masih tetap sama.
Aku masih ingat dulu saat aku mencoba membangunkannya dia menyerangku dengan meremas leherku dengan tatapan kosong. Untung saja dia melepaskannya tepat saat nafas cadangan terakhirku habis.
"kak.. makan ya."
Aku mencoba menyuapinya. Awalnya dia tetap diam dan memandang kedepan. Ujung sendokku sudah ada didepan mulutnya yang masih tertutup rapat.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Dan akhirnya dia membuka mulutnya.
Meski kewarasannya telah hilang beberapa tahun yang lalu, tapi aku tetap menyayanginya. Ini bukan suatu masalah yang bisa membuatku berhenti peduli padanya. Selain karena dia adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki saat ini, ia juga yang menjadi alasanku untuk tetap bertahan sampai sekarang.
setelah menghabiskan suapan terakhir, aku meninggalkannya dan menutup kamar pengap itu. Dengan menarik nafas panjang, setiap menutup pintu ini aku selalu berdoa. Jika aku membukanya kembali nanti aku akan menemukan kakakku dengan senyum hangatnya. Menyambutku dengan pelukan panjang.
Hanya saja hingga detik ini itu tidak kunjung terjadi.
Aku mengambil bekal yang tadi kusiapkan dan tas jinjing berwarna hitam. Memastikan tampilanku masih sama seperti ketika selesai mandi tadi. Rambut yang digelung kebelakang. Sweater berwarna pastel dengan rok selutut berwarna senada. Dipadu dengan sepatu high heels mocca kesukaankuIni adalah sepatu satu-satunya yang kumiliki. Terlalu banyak hal penting lain untuk kupikirkan ketimbang memenuhi lemari dengan sepatu berbagai warna.
Rumah kontrakanku terletak dipinggiran kota. Bukan termasuk wilayah kumuh. Karena jujur saja aku tidak kuat dengan bau sampah atau kotoran dimana-mana. Wilayah ini cukup nyaman. Ada beberapa tanaman merambat dipagar depan. Aku juga sengaja meletakkan tanaman murah dibeberapa sudut agar rumah ini nyaman dipandang.
Sederhana namun nyaman. Itu namanya rumah.
Namun tetap saja, akan selalu ada berandal-berandal diujung gang yang sangat senang mengganggu siapa saja. Termasuk aku.
"pagi Nina."
Sapaannya memang biasa. Yang tidak biasa adalah caranya menatapku dari ujung kepala sampai kaki. Apalagi ditambah seringainya yang sangat tidak cocok dengan giginya yang gingsul.
Namanya Romi. Dia preman kampung yang tidak lulus SD tapi berpikir bisa jadi ketua RT. Mungkin hanya karena orang tuanya juragan bakso menjadikannya secara tidak langsung memiliki jalan dikampung ini.
Berusaha pura-pura tidak melihatnya sepertinya percuma karena dia telah menghalangi jalanku keluar dari gang sempit ini. Aku melirik jam tangan kecil ditangan kiri.
5 menit.
Aku punya tiga menit menyingkirkannya sebelum aku benar benar terlambat datang ke sekolah untuk mengajar. Tentu saja seorang guru harus hadir lebih pagi dari muridnya.
"pagi." jawabku datar.
Dia menyunggingkan senyum berlebihan dan menyisir rambut berminyaknya kebelakang.
"kalau kamu secantik ini setiap hari, mana bisa aku diam saja. Biarkan mengantarmu." Dia kembali menyunggingkan senyum dan menyisir rambut kebelakang.
Apa yang membuatnya berpikir itu keren?
"Terima kasih, aku bisa sendiri."
"lebih baik kali ini kau tidak menolak Nina. Aku punya motor baru kalau kau belum tau. Wanita dikampung ini sudah berebut ingin dibonceng olehku. Kau beruntung karena aku akan memberikan kesempatan emas itu hanya padamu."
Teman-teman berandalnya ikut tertawa sumbang dibelakang.
3 menit.
"sebaiknya kau berhenti berusaha sebelum menyesalinya. Sekarang tolong minggir selagi aku masih meminta dengan baik."
"nah.. ini yang aku suka,, bagaimana bisa aku tidak menyukai sifat galakmu ini kalau ... ugh"
Kalimatnya terpotong karena ujung high heelsku menancap dengan sempurna dijempol kakinya. Seketika dia terduduk dan memegangi kakinya. Kalau aku tidak salah lihat matanya mulai berair. Rasanya menyenangkan kalau boleh dibilang.
Aku bergegas melewatinya. Berharap masih ada angkot lewat karena aku sudah terlambat sepertinya.
***
"Selamat pagi anak-anak."
"Selamat pagi Bu..."
"hari ini kita akan belajar mengenal nama-nama buah. Siapa yang suka makan buah disini?"
"saya buuu.. saya."
Suasana kelas anggrek pagi ini tidak jauh berbeda dari kemaren. Sangat ramai dengan celoteh kecil anak-anak. Seperti dengan namanya, kelas ini dipenuhi dengan lukisan dan gambar-gambar kasar bunga anggrek.
Anak-anak kecil duduk melingkar ditepi meja bundar. Satu meja ada 3 anak. Ada tiga meja diruangan ini. Hanya 12 anak satu kelas. Sekolah TK ini memang termasuk sekolah internasional. Prinsipnya anak-anak akan mendapat pengajaran efektif dengan suasana yang nyaman dan pengajar yang intensif. Tentunya ini semua tidak murah.
Menjadi salah satu guru disekolah ini merupakan keberuntungan yang menyenangkan untukku. Walau tidak berlatar belakang spesialis, namun kesempatan yang diberikan oleh sekolah ini tidak kusia-siakan begitu saja. Karena disinilah rumah keduaku.
Setidaknya, disini aku bisa melakukan sesuatu tanpa ada rasa paksaan. Berinteraksi dengan anak-anak dengan pikiran bersih. Seperti membasuh sesuatu yang kotor dalam diriku.
Sesuatu yang tidak ada orang dari dunia siangku yang mengetahuinya.
****
Ruangan gelap ini penuh dengan kepulan asap rokok. Bahkan kepulannya sudah mengambil alih pandangan. Suara riuh dari berbagai macam manusia menjadi satu disini. Berpadu dengan suara musik yang menghentak seperti akan merubuhkan bangunan.
Sial. Siapa yang tahan dengan musik sekeras itu. Oh ya. Kumpulan manusia disini tentu saja. Itu kalau mereka masih bisa disebut manusia.
Bar ini termasuk salah satu bar elit ditengah kota. Untuk bisa masuk saja harus memiliki pass khusus yang dibeli dengan harga mahal. Setiap orang yang duduk dimeja melingkar atau sofa dipojok ruangan bukanlah orang sembarang. Mulai dari eksekutif hingga pejabat pernah kulihat berada disini.
Mereka yang juga memiliki dunia siang sebagai pria terhormat. Tapi menjadi brengsek dimalam harinya.
Mengatakan itu membuatku mual. Karena tidak dipungkiri aku bahkan tidak jauh lebih baik dari mereka.
"Alexa. Bisa antarkan minuman ini?"
Aku segera membawa pesanan minuman ke meja salah satu pelanggan. Ia memakai jas hitam dengan rambut lebih banyak dibagian belakang dari didepannya. Perawakannya bongsor dengan perut berlebih. Bibir tebalnya tersenyum lebar saat aku sampai dihadapannya dan meletakkan minuman pesanan.
Seringainya sudah sampai telinga saat dia mencoba meraba pahaku yang tidak tertutupi oleh rok pendek sialan ini. Sebelum dia mencapai tujuannya, bartender di sisi lain ruangan memberi kode bahwa ada minuman lainnya yang masih harus diantar.
Tanpa kusadari aku membuang nafas lega. Paling tidak aku tak perlu repot menolak laki-laki ini. Walau masih banyak laki-laki kurang ajar yang harus kuhadapi. Setelah meminta maaf dan memberi senyum palsu padanya aku berbalik dan memeluk baki didada. Berharap itu bisa sedikit menutupi pakaian minim yang sedang kukenakan. Meski nyatanya tak bisa menutupi apapun dari semua orang bahwa aku hanya seorang pengantar minuman.
Aku mencoba melirik jam dari sudut mataku. Sayangnya malam ini masih cukup panjang untukku.
***

https://www.wattpad.com/user/Faradisme

No comments:

Post a Comment